Pages

Selasa, 18 Desember 2012

Suap Nikmatnya Sementara Membawa Sengsara


Suap
        Nikmatnya Sementara
                    Membawa Sengsara


Sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash RA pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Allah melaknat penyuap dan penerima suap.”

            Kasus suap memang sering menjadi topik pembicaraan yang hangat di tengah masyarakat. Beritanya pun telah menghiasi halaman berbagai surat kabar serta media massa lainnya. Pedahal junjungan kita yang mulia yaitu Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan akan bahayanya. Hanyalah laknat, celaan, umpatan, dan hujatan yang akan menyelimuti diri mereka. Namun sayang, sangat sedikit yang mau mengambil pelajaran darinya.

Kedudukan Hadits
            Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, al-Hakim, al-Baghawi, al-Baihaqi, Ibnu Hibban dan sejumlah ulama di dalam kitab-kitab hadist. Hadist ini disahihkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim, Ibnu Hibban dan para pakar hadits lainnya seperti Ibnu Hajar.
            Sementara itu dalam riwayat lain yang shahih juga disebutkan:
“Rasulullah telah melaknat penyuap dan penerima suap.”
            Dalam 2 hadits tersebut sangat jelas menerangkan tentang kesengsaraan yang menimpa penyuap maupun penerima suap, yaitu akan mendapatkan laknat Allah dan Rasul-Nya.
            Kalau ada seorang yang bertanya, “Atas dasar apa mereka berhak mendapatkan laknat?” Maka jawabannya ialah, “Karena dalam perbuatan yang dilakukan oleh keduannya mengandung berbagai kerusakan yang besar, menggugurkan hak-hak manusia dan ada unsur penipuan di dalamnya.”
            Makna suap (risywah) secara bahasa adalah pamberian (harta) kepada seseorang, yang dikehendaki dengan pemberian tersebut tercapainnya suatu maksud yang diinginkan.
            Adapun makna suap secara syar’i adalah pemberian (harta) kepada seseorang yang dikehendaki dengan pemberian tersebut tercapainya suatu tujuan yang tidak benar atau untuk menggugurkan suatu hak.
            Contohnya, seseorang memberikan sejumlah uang kepada pimpinan agar diterima sebagai PNS padalah dia tidak lulus dalam ujian. Atau membayar sejumlah uang untuk mendapatkan SIM pedahal dia belum cukup umur.
            Al-Imam ash-Shan’ani Rahimallah mengatakan, “Suap adalah hukumnya haram menurut kesepakatan ulama, sama saja apakah diberikan kepada hakim (atau jaksa) atau petugas yang menarik zakat dan selain keduanya. Karena sesungguhnya Allah SWT telah barfirman:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang tidak benar dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, dalam keadaan kamu mengetahui.” (Al-Baqarah:188)

Mengapa suap diharamkan?
            Suap diharamkan dengan beberapa alasan berikut:
1.      Berdasarkan hadist yang shahih disebutkan bahwa Allah SWT dan Rasul-Nya SAW melaknat penyuap dan penerima suap. (Ini adalah ancaman yang sangat keras) Oleh karena itulah suap digolongkan ke dalam dosa besar.
2.      Suap akan mengakibatkan rusaknya norma kehidupan manusia. Seorang yang member suap dengan nilai yang lebih tinggi maka dialah yang akan mendapatkan kemudahan. Sehingga setiap orang akan bersaing untuk memberi suap dengan nilai yang lebih tinggi dari pihak lawannya.
3.      Dengan suap, akan mendorong seseorang untuk melakukan perubahan terhadap hukum Allah SWT. Suap yang diterima oleh seorang hakim, akan mendorongnya untuk member putusan yang tidak sesuai dengan hokum Allah SWT (keadilan). Berarti ia telah melakukan perubahan terhadap hukum Allah SWT.
4.      Suap merupakan tindak kezhaliman. Hakim yang menerima suap akan member putusan (menguntungkan) bagi si penyuap melalui cara yang tidak benar. Berarti ia telah berbuat zalim (tidak adil) terhadap lawan si penyuap.
5.      Suap merupakan tindakan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.
6.      Suap adalah perbuatan menyia-nyiakan amanat (khianat).

Pelajaran yang dapat kita petik dari hadist di atas adalah sebagai berikut:
1.      Bolehnya melaknat penyuap dan penerima suap. Akan tetapi kebolehan melaknat disini maksudnya adalah secara umum dan bukan kepada pribadi tertentu. Adapun melaknat pribadi tertentu maka tidak diperbolehkan walaupun orang tersebut terbukti melakukan suap. Karena bias jadi suatu saat nanti Allah SWT memberinya hidayah sehinggah ia pun bertaubat dan dengan taubat tersebut Allah SWT mengampuni dosanya dan ia selamat dari laknat-Nya.
2.      Suap adalah masalah yang besar dan merupakan bagian dari dosa besar. Hal ini karena Allah SWT dan Rosul-Nya SAW melaknat penyuap dan menerima suap.
3.      Wajibnya menegakkan keadilan diantara manusia. Dan didalam suap, unsure ketidak adilan sangat mendominasi. Dilihat dari sisi, si penyuap lebih diutamakan (mendapat pelayanan) daripada selainnya. Atau mendapat putusan (yang menguntungkan) melalui cara yang tidak benar padahal dalam keadaan sebagai pihak yang bersalah.
Al-Hafizh ibn Hajar al-Asqalani RA meletakkan pembahasan suap  pada bab riba dalam buku kitab Bulugul Maram. Mengapa dimasukkan bab riba? Karena antara suap dan riba ada sisi kesamaan. Suap adalah memakan harta (oran lain) melalui cara yang tidak benar dan ini mirip dengan riba.

Praktek Suap
      praktek suap yang dilakukan oleh beberapa oknum telah mencoreng kewibawaan berbagai lembaga baik lembaga hukum, legislative, pendidikan, olahraga, dll. Sejak zaman dahulu sampai sekarang telah dikenal bahwa lembaga hukum merupakan lembaga yang di dalamnya banyak sekalin diwarnai kasus suap.
            Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin RA mengatakan, “… dan kebanyakan kasus suap terjadi pada lembaga hukum, dimana salah satu pihak yang bermasalah akan manyuap hakim (atau jaksa) agar mamberi putusan sesuai yang diinginkan. Kasus suap juga terjadi pada lembaga yang lain, seperti seorang member suap kepada pemimpin atau direktur agar diterima sebagai pegawai padahal dia bukan orang yang ahli dalam bidang tersebut.”
            Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan mengatakan, “Dan diharamkan bagi seorang hakim untuk menerima suap, berdasarkan hadist Ibnu ‘Amr, beliau berkata, “Rasulullah selalu melaknat penyuap dan penerima suap.”” (HR. At-Tirmidzi)
            Kasus suap yang dilakukan oleh seorang hakim memiliki 2 bentuk:
  1. Seorang hakim mua menerima suap dari salahsatu pihak yang bermasalah untuk kemudian dimangkan kasusnya melalui jalan yang tidak benar.
  2. Seorang hakim menolak memberi putusan yang adil kepada yang benar, hingga pihak yang benar memberi suap kepadanya barulah sang hakim memberi putusan. Ini adalah bentuk kezhaliman yang besar.

Suap adalah Budaya Kaum Yahudi
            Para pembaca yang kami hormati. Suap adalah budaya kaum yang dimurkai Allah SWT yakni kaum Yahudi. Padahal dalam kitab mereka sendiri yaitu Taurat, suap hukumnya adalah haram. Budaya yang buruk ini kemudian dilestarikan oleh sebagian manusia sampai sekarang tanpa ada rasa takut kepada Allah SWT. Allah telah menceritakan tentang kebobrokan akhlak kaum Yahudi dalam banyak ayat-Nya. Di antaranya adalah firman-Nya: Mereka itu (Yahudi) adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan sesuatu yang haram (suap)” (Qs.Al-Maidah : 42)
            Abdullah bin Mas’ud dan para ulama ahli tafsir lainnya menafsirkan bahwa makna dalam surah Al-Maidah ayat  42 di atas adalah suap.
            Al – Imam al-Baghawi menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kalangan hakim kaum Yahudi (di zaman Rasulullah Saw) semacam Ka’b bin al-Asyraf dan yang semisalnya. Mereka dahulu biasa menerima suap dan memberi putusan (yang menguntungkan) kepada orang yang menyuap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar